Literasi

Agama Stephen Hawking: Dari Agama Irrasional Menuju Agama Akal

Jawaban Islam Atas banyaknya Para Ilmuan Barat yang Menjadi Ateis

Oleh: Darmawijaya*

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Fathir:28)

OPINI, EDUNEWS.ID – Beberapa hari ini, halaman facebook ramai memuat berita kematian yang dialami oleh Dr. Stephen Hawking, seorang fisikawan Inggris. Ia meninggal dalam usia 76 tahun. “Kami sungguh sedih ayah kami yang tercinta telah meninggal dunia hari ini”, ucap anak-anaknya, Lucy dan Robert, sebagaimana yang dikutip oleh media di Inggris, pada hari Rabu, 14 Maret 2018. (detik.com).

Hawking lahir di Oxford tahun 1942. Ia adalah anak sulung dari empat bersaudara. Ayahnya adalah seorang dokter. Ia mulai kuliah di University College, Oxford. Sebagai pelajar, ia sangat gemar membaca buku-buku yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam. Sebagai seorang pelajar yang cerdas, Hawking lulus dengan gelar sarjana kehormatan “fisrt-clas” untuk jurusan fisika.

Pada tahun 1963, tepatnya dalam usia 21 tahun, Hawking divonis menderita penyakit “Motor Neuron” – “MND”. Dokter memperkirakan, bahwa dirinya hanya bisa bertahan hidup selama 2 tahun. Sakit MND tidak menghalangi dirinya untuk mendalami ilmu fisika. Ia melanjutkan studi di Cambridge University.

Perkiraan dokter atas nasib Hawking meleset. Hawking bukannya meninggal dalam waktu 2 tahun, namun Hawking mampu membuktikan pada dunia, bahwa sakit “MND”nya tidak menjadi halangan baginya untuk bisa berkembang menjadi seorang fisikawan yang berpengaruh.

Hawking adalah seorang fisikawan paling berpengaruh setelah Albert Einstein. Ketekunan Hawking dalam mengembangkan ilmu fisika telah membuat dirinya berhasil meraih puluhan gelar kehormatan dan meraih medali kehormatan Commander of the Order of the British Empire dari Ratu Inggris. (detik.com)

Di balik kehebatannya itu, Hawking berhasil pula membuat pernyataan-pernyataan yang cukup menggemparkan manusia modern yang beragama. Sebagai seorang yang mendalami realitas fisika yang ada di alam semesta, Hawking menyatakan bahwa “surga adalah kisah dongeng bagi orang-orang yang takut mati.

“Saya telah hidup dengan prosfek kematian dini selama 49 tahun terakhir. Saya tidak takut pada kematian, tapi saya tidak terburu-buru untuk mati. Saya punya banyak hal yang ingin saya lakukan terlebih dahulu,” ucap Hawking.

“Saya menganggap otak sebagai computer yang akan berhenti bekerja jika ada komponennya yang rusak. Tidak ada surga atau hidup setelah kematian untuk komputer-komputer yang rusak. Itu hanyalah kisah dongeng untuk orang-orang yang takut pada kegelapan,” katanya.

Pernyataan ini adalah pernyataan lebih lanjut setelah ia menulis buku “the grand design” pada tahun 2010. Dalam bukunya ini, Hawking menyatakan, bahwa “tidak diperlukan seorang pencipta untuk menjelaskan alam semesta.” Bukunya ini mendapat kecaman dari para pemimpin keagamaan. Hawking adalah seorang ateis, yang dulunya adalah beragama Kristen. (detik.com).

Mengapa Stephen Hawking Menjadi Ateis?
Dalam sejarah Barat, ilmuan yang menjadi ateis bukan Hawking semata. Banyak sekali ilmuan yang kemudian memutuskan diri menjadi ateis. Pernyataan Hawking tentang surga tidak jauh beda dengan apa yang dinyatakan oleh Kalr Marx, seorang ilmuan Eropa yang merintis lahirnya ideologi Komunis.

Pernyataan Hawking yang menyatakan, bahwa “tidak diperlukan seorang pencipta untuk menjelaskan alam semesta,” bukanlah sebuah pernyataan baru di dunia Barat. Charles Darwin, seorang ilmuan Inggris abad ke-19, menyatakan pula, bahwa makhluk hidup yang ada saat ini adalah hasil evolusi dari makhluk hidup yang sederhana. Manusia moderen adalah hasil evolusi dari kera.

Karl Marx sendiri menegaskan, bahwa “agama adalah candu”. Jadi di dunia Barat memang banyak ilmuan yang mengeluarkan pernyataan yang aneh-aneh, berada di luar akal sehat manusia.

Melihat penomena ini, ada pertanyaan kritis yang bisa kita ajukan. Pertanyaannya adalah mengapa Stephen Hawking menjadi ateis, sebagaimana yang dialami oleh para ilmuan Barat lainnya? Dalam kajian saya yang terbaru, saya membagi agama manusia moderen menjadi tiga, yaitu agama irrasional, agama akal dan agama Islam.

Apa itu agama irrasional? Agama irrasional adalah agama yang meyakini adanya Tuhan, namun konsep Ketuhanannya tidak bisa diterima dan dipahami dengan akal sehat. Apa itu agama akal? Agama akal adalah agama yang meyakini Tuhan, namun Tuhan yang diyakininya itu adalah akal itu sendiri.

Secara historis, agama akal pertama kali lahir di Eropa pada abad ke-15. Agama Sekuler adalah agama akal yang pertama dan agama Ateis adalah agama akal yang sempurna, dimana akal betul-betul berfungsi secara sempurna sebagai Tuhan bagi manusia.

Apa itu agama Islam? Agama Islam adalah agama yang Allah turunkan sebagai panduan akal manusia yang rasional agar bisa membangun peradaban yang sehat, bahagia, sejahtera dan berkemajuan di muka bumi yang dinikmati secara bersama-sama secara adil dan manusiawi.

Baca Juga :   Narkoba di Lutim: Antara Penegakan Hukum atau Permainan Penegak Hukum

Dalam kasus Stephen Hawking, ia pada mulanya beragama Kristen, namun aktivitasnya sebagai ilmuan telah mendorong dirinya menjadi seorang Ateis. Mengapa Stephen Hawking berubah keyakinan dari agama Kristen menjadi agama Ateis? Pertanyaan ini akan mudah dijawab dengan pendekatan agama irrasional dan agama akal.

Dalam perspektif agama irrasional dan agama akal, agama Kristen termasuk agama irrasional, yaitu agama yang meyakini adanya Tuhan, namun Tuhan yang mereka yakini tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Stephen Hawking sebagai seorang ilmuan, tentu ia sangat rasional dalam memandang realitas yang ada.

Karirnya sebagai seorang ilmuan yang menuntut dirinya untuk berpikir ilmiah akan mengalami benturan dengan Trinitas sebagai konsep dasar Ketuhanan Yesus. Stephen Hawking akan menjadi bingung bagaimana ia bisa merima Trinitas – Tiga Tuhan, tapi Satu sebagai sebuah keyakinan, sementara akal sehat nya menolaknya.

Penolakan itu semakin kuat ketika akal sehat yang ia miliki justru jauh lebih mampu memberikan penjelasan-penjelasan ilmiah tentang realitas alam semesta, dan penjelasan-penjelasan ilmiahnya itu diakui secara internasional oleh kaum akademisi.

Kondisi ini membuat Stephen hawking mengalami konflik diri antara apa yang diyakini dengan akal sehatnya. Realitas memperlihatkan, Stephen Hawking akhirnya memutuskan, bahwa dirinya adalah seorang Ateis, yang tidak percaya lagi pada Tuhan.

Inilah yang sebut, Stephen Hawking mengalami perubahan agama dari agama irrasional (Kristen) menjadi agama Akal (Ateis). Fenomena ini banyak dialami oleh para ilmuan Barat, karena para ilmuan Barat pada umumnya adalah beragama Kristen, yang meyakini, bahwa Tuhan itu Tiga, tapi Satu, yang biasa disebut dengan Trinitas atau Tritunggal.

Thomas Aquinas, seorang ilmuan Kristen Abad Pertengahan memang mengakui, bahwa konsep Trinitas tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Thomas Aquinas mengatakan, bahwa “Tuhan adalah Tiga dan Satu hanya bisa dipahami dengan keyakinan dan tidaklah mungkin hal ini bisa dibuktikan secara demonstratif dengan akal”. (Adian Husaini, 2005: 49).

Sebagai penutup, penulis ingin mengajak para pembaca untuk bertanya? Pertanyaannya adalah bagaimana agama Islam melihat kasus Stephen Hawking ini? Apabila kita membaca Al Quran, maka kita akan menemukan jawabannya, mengapa Stephen Hawking bisa menjadi seorang Ateis.

Pertama, agama Islam akan menjelaskan, bahwa agama Kristen yang mempercaya Tuhan itu Tiga, tapi satu, adalah sebuah kepercayaan yang keliru. Artinya, sewaktu Stephen Hawking masih beragama Kristen, dalam analisis Islam memang berpotensi melahirkan pikiran dan perilaku yang keliru. Mengapa demikian, karena agama Kristen sebagai agama awal Stephen Hawking adalah agama yang memang bermasalah dasar keyakinannya.

Sejarah membuktikan, bahwa Stephen Hawking memang tidak mampu menemukan kekuatan dan kedamaian hati dalam agama Kristen, dan Stephen Hawking lebih kuat dan lebih damai hati dan pikiranya menjadi seorang ateis.

Seandainya Stephen Hawking sempat mendalami Al Quran dengan baik sebagai sumber utama ajaran Islam, maka Stephen Hawking tidak akan menjadi seorang Ateis, karena temuan-temuan yang dihasilkan melalui pengembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkannya justru semakin membuat dirinya menjadi seorang ilmuan yang semakin takut kepada Allah. Mengapa demikian, karena Tauhid sebagai konsep dasar Ketuhanan di dalam Islam adalah konsep Tuhan yang ilmiah yang sangat mudah diterima dan dipahami dengan akal sehat manusia.

Inilah yang dialami oleh para ilmuan Barat seperti Dr. Asadullah Yate. Dr. Maurice Bucaille, Prof. Jeffrey Lang. Mereka dulunya adalah penganut agama Kristen, namun sebagai ilmuan yang beraktivitas dengan mengedepankan asfek rasionalitas dan bertemu dengan Al Quran sebagai firman Allah yang terjaga keaslian, kemurnian dan kesucian informasinya, maka mereka pun menyatakan diri sebagai mualaf. Realitas ini menandakan, bahwa peluang Tauhid untuk menjadi induk ilmu pengetahuan moderen untuk dikembangkan secara akademik akan terbuka dengan lebar, jika para ilmuan moderen mau lebih serius dalam memahami konsep Ketauhidan secara akademik.

Menurut penulis, jika Tauhid dijadikan induk ilmu pengetahuan manusia moderen, maka manusia moderen akan berpeluang besar menjadi masyarakat yang sehat, bahagia, sejahtera dan berkemajuan yang dinikmati secara bersama-sama dengan cara yang adil dan manusiawi.

Sesungguhnya orang-orang yang membangun dasar ilmu pengetahuannya di atas konsep yang benar, maka ia akan menjadi orang-orang yang betul-betul takut kepada Allah, karena melalui ilmu pengetahuan, mereka mampu melihat dan merasakan betapa maha besarnya Allah sebagai Tuhan yang telah menciptakannya. Itulah yang membuat mereka menjadi betul-betul takut kepada Allah, sebagaimana yang dijelaskan pada surah Al Fathir di atas.

Semoga Mencerahkan. Aamiin.

Darmawijaya, S.S. M.Si. Dosen Ilmu Sejarah Pada Universitas Khairun Ternate & Direktur Lembaga Studi Ilmu Peradaban Islam (LSIPI).

Edunews.

Kirim Berita

Kirim berita ke email : [email protected][email protected]

ALAMAT

  • Jl. TB Simatupang, RT.6/RW.4, Jati Padang, Kec. Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540 Telepon : 021-740740  – 0817 40 4740

__________________________________

  • Graha Pena Lt 5 – Regus Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Makassar Sulawesi Selatan 90234 Telepon : 0411 366 2154 –  0811 416 7811

Copyright © 2016-2022 Edunews.ID

To Top
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com