Opini

Kapolri dan Makar yang Prematur

Oleh : Ferdinand Hutahaean*

OPINI, EDUNEWS.ID – Aksi Bela Islam jilid III yang direncanakan digelar tanggal 2 Desember mendatang sepertinya sangat menakutkan bagi rezim saat ini. Hingga Kapolri yang entah dengan dasar apa dan menggunakan indikator apa serta bukti apa yang dimiliki dengan mudah menuduh aksi yang diprakarsai Gerakan Pembela Fatwa (GNPF) MUI tersebut sebagai makar? Ini jelas tudingan makar yang prematur.

Pernyataan Kapolri yang menyebut aksi 2 Desember tersebut sebagai makar dan berupaya menghalangi aksi tersebut terjadi merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional masyarakat. Mana mungkin Kapolri Jenderal Tito Karnavian tidak mengetahui ada pasal 28 UUD 45, ada UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, ada UU No 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dan terakhir ada konvensi universal yang sudah dirativikasi dalam UU No 12 tahun 2005 tentang hak-hak sipil. Dengan demikian sangat patut diduga bahwa Kapolri sengaja dan secara sadar menabrak UU demi kepentingan kekuasaan tertentu.

Padahal tidaklah sulit dan tidak perlu membawa bangsa ini kedalam situasi yang semakin tidak menentu andaikan penegakan hukum dilakukan secara sama dan adil terhadap semua orang. Perbedaan perlakuan Polri terhadap para tersangka penistaan agama yang kemudian jadi terpidana sangat berbeda perlakuan terhadap tersangka Ahok. Perbedaan perlakuan inilah yang kemudian menjadi api dalam sekam dan membara serta terbakar hingga mengakibatkan situasi bangsa semakin tidak menentu. Apa susahnya melakukan penahanan terhadap Ahok? Dan penahanan itu tidak melanggar apapun dan justru saat ini sangat urgen karena kasus Ahok semakin hari semakin mengaduk-aduk bangsa ini dan terancam pecah.

Pernyataan Kapolri bahwa aksi tanggal 2 Desember mendatang sebagai makar dan akan ditindak adalah bentuk pendekatan kekuasaan yang otoriter melebihi rezim diktator. Tanpa bukti dan tanpa penjelasan apapun, Kapolri seolah mau memberangus pelaku aksi dengan tuduhan makar. Kenapa begitu menakutkan aksi 2 Desember itu bagi rezim ini? Bukankah tidak perlu takut kalau pemerintah sudah bekerja benar? Mengapa demo yang difokuskan ke istana dan DPR dianggap sebagai makar? Sangat tidak masuk akal seorang Kapolri dengan mudahnya menuding masyarakat yang ingin menegakkan penegakan hukum dengan tudingan makar. Apakah itu perintah Presiden yang takut lengser sehingga harus mengedepankan cara-cara represif dan otiriter?

Mestinya Presiden dan Kapolri harus sadar kenapa rakyat begitu marahnya atas sikap pemerintah terhadap kasus Ahok. Pemerintah dalam hal ini Presiden dianggap publik membela dan melindungi Ahok. Itulah mengapa rakyat ini jadi ingin berdemo dan bukan untuk makar. Saya pikir Kapolri harus meminta maaf kepada publik atas tuduhannya dan segera meletakkan jabatan karena Kapolri sebagai pengayom masyarakat, ternyata tidak mampu mengayomi masyarakat dan bahkan menempatkan masyarakat sebagai musuh pemerintah yang diberi label makar. Ini sesuatu yang sangat fatal dan penuh resiko bagi kelangsungan demokrasi.

Presiden Jokowi harusnya lebih bisa mendengar masyarakat. Presiden jangan melihat aksi itu hanya aksi sebagian kecil rakyat. Jangan sampai seluruh rakyat turun kejalan dan presiden tidak punya tempat untuk berlindung. Segera lakukan penegakan hukum yang sama terhadap semua orang. Tahan Ahok sebagai tersangka pelanggaran pasal 156 a KUHP karena berpotensi mengganggu stabilitas negara.

 

Ferdinand Hutahaean, Founder Rumah Amanah Rakyat

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

Kirim berita ke email : [email protected][email protected]

ALAMAT

  • Jl. TB Simatupang, RT.6/RW.4, Jati Padang, Kec. Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540 Telepon : 021-740740  – 085171117123

__________________________________

  • Graha Pena Lt 5 – Regus Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Makassar Sulawesi Selatan 90234 Telepon : 0411 366 2154 –  085171117123

Copyright © 2016 @edunews.id

To Top
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com