JAKARTA, EDUNEWS.ID-Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menilai rencana Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir yang hendak memantau media sosial milik mahasiswa sebagai tindakan konyol. Sebab menurut dia hal itu bertolak belakang dengan era demokrasi.
“Ini kekonyolan dari pada Kemenristekdikti untuk melakukan hal itu. Kita ini berada di era demokrasi dimana orang boleh berpendapat,” kata Fadli di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (8/6/2018)
Seperti dikabarkan sebelumnya, menteri Nasir memang berniat menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika, guna mendata media sosial mahasiswa dalam rangka mencegah radikalisme di kampus. Sebab, dari data selama ini terungkap penyebaran materi berkaitan dengan terorisme memang marak di media sosial.
Nasir mengatakan penelusuran akun medsos milik mahasiswa dianggap salah satu cara mencegah berkembangnya paham radikal di perguruan tinggi. Hasil temuan Kemristekdikti menunjukkan masih ada mahasiswa yang memperoleh ilmu atau pengetahuan tentang paham radikal dari medsos.
Fadli tidak mempercayai tudingan pemerintah soal sejumlah perguruan tinggi menjadi sarang kelompok radikal. Menurutnya, berpikir radikal sesuai konteks filsafat juga tidak masalah.
“Radikal itu dari kata radict itu artinya akar, berfikir mengakar. Di dalam filsafat, kalau kita belajar filsafat harus berpikir mengakar. Bukan berarti radikal dalam arti terorisme, kekerasan,” ujarnya.
Menurut Fadli, rencana itu akan melanggar privasi seseorang. Apalagi, paham radikalisme fundamental masih bisa diperdebatkan.
“Mau diperdebatkan yang mana, ajaran yang mana? Secara sepihak membuat label dan stigma radikal. Radikal itu seperti apa? Kritik pemerintah itu radikal bukan? Jangan membodohi rakyat,” ujarnya.
Fadli berharap citra kampus tidak dinilai negatif dan lekat dengan cap sarang radikalisme dan terorisme. Dia pun menilai rencana pemantauan akun-akun media sosial milik mahasiswa tidak perlu dilakukan.
“Saya kira civitas akademika harus menentang kebijakan ini,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
CNN/EDUNEWS