MAKASSAR, EDUNEWS.ID- Polemik rangkap jabatan Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro terus berkembang.
Ia disebut-sebut melanggar aturan statuta karena menjabat Wakil Komisaris Utama di salah satu bank BUMN.
Selain Rektor UI, kini nama Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Dwia Aries Tina Pulubuhu juga menjadi viral karena juga rangkap jabatan sebagai komisaris.
Dwia Aries diketahui juga menjabat sebagai Komisaris Independen di PT Vale Indonesia Tbk, sebuah perusahaan tambang di Sulawesi Selatan.
Menanggapi polemik tersebut, Pengamat Keuangan Negara Universitas Patria Artha (UPA) Makassar, Bastian Lubis menuturkan,
jika status seorang Rektor Perguruan Tinggi Negeri adalah ASN eselon 1 yang mempunyai jabatan struktural tertinggi di jajaran Pegawai Negeri.
“Jadi sesuai aturan pasal 35 pada PP 53 th 2015 tidak bisa merangkap jabatan plus karena sudah ada juga dalam statuta PTN & tupoksinya yang telah mengikatnya serta telah fasilitas pemerintah dan mendapatkan tunjangan jabatan,” tutur Bastian saat dimintai tanggapannya oleh wartawan edunews.id, Selasa (29/6/2021).
Bastian mengungkapkan, pengangkatan jabatan rangkap antara Rektor dan menjadi komisaris Independen mempunyai tupoksi yang cukup berat, karena harus memastikan terlaksananya tatakelola perusahaan yang baik/good corporate governance, transparansi keuangan dan memastikan terlaksananya sistem pengendalian manajemen yang baik dan sebagainya.
Menurutnya, memang banyak eselon 1 & 2 terutama di kemenkeu ditempatkan sebagai komisaris pada perusahaan milik negara/BUMN karena sebagai pemerintah dan Bendahara Umum Negara dalam mewakili pemilik saham di perusahaan yang sahamnya mayoritas tersebut.
Ia menjelaskan, tugas pokok dan fungsinya dalam mencapai kinerja sebagai seorang rektor telah diatur dalam statutanya sehingga rasanya sulit untuk bisa optimal kinerjanya dalam implementasi sekaligus mengawasi kinerja dari perusahaan tersebut.
“Karena keterbatasan inilah lahir aturan untuk tidak bisa kerja rangkap,” ujarnya.
Kata Bastian, memang banyak aturan yang kadang kala bisa saja dianulir oleh suatu kebijakan/ diskresi yang selalu mengikuti yurisprudensi ‘karena yang lain bisa kok saya tidak bisa ahkirnya semua harus ada izin mentri’.
Hal ini telah terjadi pula dengan bbrp Rektor PTN menjadi komisaris di beberapa BUMN.
“Pendapat orang awan kalau ASN yg ditunjuk untuk menjadi komisaris adalah untuk mendapatkan penghasilan tambahan yang sebelumnya sudah besar tapi masih kurang, tapi kinerjanya masih diragukan,” pungkas Bastian.